Syaikh Muhammad bin Shalih
Al-Utsaimin rahimahullah ditanya:
Apakah akal itu letaknya ada di dalam otak atau di dalam
Qalbu?
Beliau menjawab :
Alhamdulillah was shalatu was salam ‘ala Rasulillah, amma ba’d:
Allah subhanahu wa ta’ala mengetahui hal ini. Dialah yang mengetahui
mata-mata yang berkhianat. Dia juga mengetahui yang disembunyikan di
dalam dada, yakni qalbu (jantung), karena qalbu ada di dalam dada. Dan
qalbu adalah tempatnya akal, pemahaman, dan pengaturan, sebagaimana
Allah berfirman:
أَفَلَمْ يَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَتَكُونَ لَهُمْ قُلُوبٌ
يَعْقِلُونَ بِهَا
“Tidakkah mereka berjalan di atas muka bumi lalu mereka memiliki
qalbu yang memahami ayat Allah dengannya.” [Q.S. Al-Hajj:46].
Allah subhanahu wa ta’ala juga berfirman:
فَإِنَّهَا لَا تَعْمَى الْأَبْصَارُ وَلَكِنْ تَعْمَى
الْقُلُوبُ الَّتِي فِي الصُّدُورِ
“Karena, yang buta bukanlah mata, tapi yang buta adalah
qalbu-qalbu yang ada di dalam dada.” [Q.S. Al-Hajj:46].
Maha Suci Allah, seakan-akan ayat ini turun menurut keadaan manusia
saat ini, bahkan juga keadaan manusia dahulu: apakah akal ada di dalam
otak atau di qalbu.
Masalah ini adalah masalah yang banyak membuat kesulitan para pemikir
yang mendasarkan analoginya ini pada sesuatu yang inderawi. Mereka
tidak mengembalikan pemecahan masalah ini pada firman Allah dan sabda
Rasul-Nya
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebenarnya, hal ini
telah jelas, bahwasanya akal itu ada di qalbu (jantung) dan qalbu
letaknya ada di dalam dada.
أَفَلَمْ يَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَتَكُونَ لَهُمْ قُلُوبٌ
يَعْقِلُونَ بِهَا
“Tidakkah mereka berjalan di atas muka bumi lalu mereka memiliki
qalbu yang memahami ayat Allah dengannya.” [Q.S.
Al-Hajj:46].
Allah subhanahu wa ta’ala juga berfirman:
فَإِنَّهَا لَا تَعْمَى الْأَبْصَارُ وَلَكِنْ تَعْمَى
الْقُلُوبُ الَّتِي فِي الصُّدُورِ
“Karena, yang buta bukanlah mata, tapi yang buta adalah
qalbu-qalbu yang ada di dalam dada.” [Q.S. Al-Hajj:46]. Allah tidak
berfirman, “Qalbu yang berada di dalam otak. Masalah ini jelas sekali
bahwasanya akal berada di dalam qalbu (jantung). Yang lebih menguatkan
ini adalah sabda Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam yang
artinya, “Dan sesungguhnya di dalam jasad ini ada sekerat daging. Jika
daging ini baik, maka baiklah seluruh jasad, jika daging ini rusak,
rusaklah seluruh jasad. Ketahuilah, daging ini adalah qalbu.”
Lalu, kenapa engkau menolak sesuatu yang dipersaksikan oleh Kitab
Allah, padahal Allah adalah Maha Pencipta dan Maha Mengetahui segala
sesuatu, dan dipersaksikan pula oleh sunnah Rasul
shallallahu
‘alaihi wa sallam?
Yang wajib untuk kita lakukan dalam hal ini adalah kita buang seluruh
pendapat yang menyelisihi Kitabullah dan sunnah Rasul-Nya
shallallahu
‘alaihi wa sallam serta kita jadikan hal itu di bawah kaki kita,
tidak kita pedulikan.
Karena, . Jika otak telah memproyeksikan suatu gambaran dan
mempersiapkannya, dia kirimkan ke qalbu, lalu qalbu yang memerintahkan
atau melarang. Seakan-akan, otak merupakan sekertaris, mempersiapkan
segala sesuatu lalu memberikannya kepada qalbu, kemudian dia
memerintahkan atau melarang. Dan hal ini, bukan merupakan hal yang aneh.
وَفِي أَنْفُسِكُمْ أَفَلَا تُبْصِرُونَ
“Dan di dalam dirimu (terdapat tanda kekuasaan Allah), tidakkah
kalian melihat?” [
Q.S. Adz-Dzariyat:21].
Di dalam jasad kita ini terdapat perkara-perkara aneh yang membuat
bingung akal kita ini. Dan, hal ini karena Nabi
shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda yang artinya, “Jika baik daging terssebut, baik
pulalah jasad.” Jika bukan karena hak memerintah itu milik qalbu, tidak
akan, “Jika daging itu baik, baik pulalah jasad, jika daging itu jelek,
jelek pulalah jasad seluruhnya.” Jadi, qalbu merupakan tempatnya akal
dan pengatur bagi seseorang. Namun, tidak diragukan bahwa dia memiliki
hubungan dengan otak. Karena itu, jika otak rusak, pikiran dan akal juga
rusak. Dia memiliki kaitan dengan hal itu, tapi akal yang mengatur ada
di dalam qalbu, dan qalbu ada di dalam dada.
وَلَكِنْ تَعْمَى الْقُلُوبُ الَّتِي فِي الصُّدُورِ
“…tapi yang buta adalah qalbu-qalbu yang ada di dalam dada.”
[Q.S. Al-Hajj:46].
Walhamdulillahi rabbil ‘alamin.
Sumber
Syarh Riyadhus Shalihin,
jilid 1, Bab Muraqabah.
Diterjemahkan dari
http://www.sahab.net/home/?p=209
oleh Abu Yusuf Abdurrahman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar